Mencari Makna Agama
Sebuah Refleksi Agama Sebagai Keberagaman
Agama dapat dimaknai sebagai upaya untuk mendamaikan manusia, akan tetapi agama juga akan menjadi “kehancuran” bagi manusia bila kurang dipahami secara humanis. Dalam hal ini sangat diperlukan pemahaman agama yang dapat memahami keberagaman manusia. Realita ini menunjukkan bahwa pemaknaan agama yang memberikan ketenangan bagi keberagaman atau kemajemukan dalam masyarakat sangat diperlukan.
Mungkin, kita seringkali melihat ralitas sosial dimana agama menjadi hambatan bagi persatuan manusia. Akan tetapi, yang perlu ditekankan adalah konstruksi agama yang humanis dan dapat saling melakukan negosiasi dan dialog antaragama. Maka, perlu dipahami ajaran agama secara manusiawi. Pemaknaan agama harus dapat memberikan keyakinan akan negosiasi perbedaan–perbedaan yang ada sebagai upaya untuk persatuan.
Refleksi filosofis mengenai agama dan persatuan, bagi sebagian orang memang terasa mustahil. Namun yang diperlukan dalam upaya hadirnya negosiasi agama adalah pemahaman akan makna toleransi beragama. Dari sini masyarakat yang majemuk harus dapat membangun pemahaman akan agama yang dapat bersatu dalam nuansa toleransi.
Nuansa toleransi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pemahaman akan hakikat agama sebagai keniscayaan yang lahir dari keberagaman sosial. Keberagaman agama akan membangun toleransi agama bila ada negosiasi identitas termasuk di dalamnya negosiasi akan identitas keagamaan. Selayaknya perlu dilakukan sebuah pemahaman akan kehidupan beragama yang memasyarakat, dengan cara ini akan dirajut makna keberagaman dalam beragama.
Mungkin, yang perlu ditekan adalah memahami makna agama secara manusiawi dengan mengedepankan naluri kemanusiaan dalam memahami agama. Hal ini dikarenakan negosiasi beragama akan menghadirkan wacana persatuan yang dilandaskan rasa saling menghargai keberagaman agama.
Keberagaman agama sejatinya dapat terwujud bila ada pemahaman akan pentingnya komunikasi dan interaksi antar agama. Dengan adanya komunikasi dan interaksi antar agama akan membuka peluang agar agama dapat saling menyapa. Saling menyapa di sini diartikan saling berunding, berdiskusi, dan saling memahami akan makna keberagaman dalam beragama.
Melalui dialog, akan ditemukan benang merah yang dapat menentukan pemahaman akan keberagaman yang ada di Indonesia. Memang, merajut keberagaman tidaklah mudah terlebih keberagaman agama. Namun tidak ada kata tidak bisa bila dilakukan secara bersungguh–sungguh. Dalam melaksanakannya pun sangat dibutuhkan kedewasaan dalam beragama. Pendewasaan dapat dilakukan melalui negosiasi yang baik. Oleh karenanya, perlu upaya yang sangat keras untuk menghasilkan negosiasi yang baik dan dapat membuka cakrawala berfikir masyarakat akan toleransi beragama.
Hal ini dapat dipahami bahwasannya negosiasi akan dapat tercapai dengan berbagai rintangan. Rintangan tersebut dapat dihadapi dan diselesaikan bila adanya kerjasama yang solid antarumat beragama untuk menyingkirkan ego dalam beragama. Hal ini dikarenakan selama ini ego beragama dapat dikatakan sebagai “penyakit” yang sering menjadi permasalahan dalam membuka ruang negosiasi dan mediasi dalam beragama. Dengan semakin menguatnya ego beragama, akanmenimbulkan konflik–konflik sosial yang cukup besar dan meresahkan kehidupan sosial masyarakat.
Kehadiran agen–agen sosial di masyarakat yang dapat membuka dialog lintas agama sangat diperlukan. Hal tersebut akan menghasilkan negosiasi agama. Kesadaran masyarakat untuk bersikap lebih dewasa dan menghargai keberagaman agama tentunya sangat diperlukan. Dimana dalam hal ini juga penganut agama lokal yang dinamakan “kelompok penghayat” sangat diperlukan karena kelompok penghayat seringkali kurang mendapatkan perhatian sebagaimana agama–agama yang lain. Dari sini terlihat ironi praktik beragama di Indonesia. Realitas sosial yang ada dapat dipahami bahwa sangat diperlukan pemahaman dan penghormatan akan kelompok penghayat sebagai kelompok “beragama” seperti penganut agama lainnya.
Saya mengakui ini cukup sulit untuk dilakukan terlebih masih terdapat kelompok–kelompok dalam masyarakat yang belum menerima toleransi dan negosiasi dalam membuka praktik keberagaman agama. Namun hal ini dapat berubah dengan semakin terbukanya pemikiran masyarakat. Dengan cara ini masyarakat akan mewujudkan dua sila terpenting Pancasila yakni Kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mungkin, ini dapat dikatakan masih dalam proses akan tetapi perubahan dan toleransi akan semakin menguat dalam masyarakat Indonesia.
Editor : Amilia Buana Dewi Islamy
Ilustrator : M. Aidrus Asyabani
Apakah globalisasi dapat memberikan efek positif terhadap keberagaman yang sudah dibangun selama ini ?. Karena, dengan cepatnya laju informasi saat ini menyebabkan banyak kekhawatiran mengenai ajaran ajaran yang menyimpang dari akidah agama itu sendiri, sehingga membuat agama sebagai bahan pembelaan kelompok atau menunjukan superioritas kelompok semakin memberikan sekat akan menghargai terhadap perbedaan sesama manusia